Jakarta, Menghadapi persoalan matematika di buku tebal
lengkap dengan teori-teorinya dapat mengintimidasi siapa saja. Hal ini
dikatakan ahli menjadi salah satu penyebab mengapa sepertinya anak
Indonesia begitu takut dengan mata pelajaran matematika.
Guru Besar Matematika Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Dr. rer.nat. Widodo, M.S., mengatakan satu cara agar anak mudah menerima matematika adalah dengan orang tua di rumah dan guru di sekolah bisa berinovasi mengenalkan soal dengan konteks. Artinya soal tidak disajikan hanya dalam bentuk angka saja tetapi ada di cerita kehidupan sehari-hari.
Guru Besar Matematika Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Dr. rer.nat. Widodo, M.S., mengatakan satu cara agar anak mudah menerima matematika adalah dengan orang tua di rumah dan guru di sekolah bisa berinovasi mengenalkan soal dengan konteks. Artinya soal tidak disajikan hanya dalam bentuk angka saja tetapi ada di cerita kehidupan sehari-hari.
Matematika digunakan di segala aspek kehidupan sehingga seharusnya
mencari contoh bukan hal yang sulit. Prof Widodo memberi contoh untuk
persoalan ekonomi misalnya ada hitung-hitungan uang belanja, untuk seni
ada hitung-hitungan tangga nada, atau dalam olahraga ada hitungan skor
tinggal mencocokkan apa yang paling menarik untuk si anak.
"Kalau enggak suka, coba kaitkan dengan konteks yang sesuai untuk anak. Memberikan konteks itu membuat matematika menjadi sesuatu yang menarik," kata Prof Widodo ketika ditemui di Plaza Senayan, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
"Belajar matematika itu perlu latihan terus menerus. Dia tidak akan mencintai kita kalau kita tidak mulai mencintainya. Semua bidang ada matematikanya, kalau kita pelajari kita bisa semakin kreatif," lanjutnya.
Kadang memang anak bisa kurang memiliki keterampilan di bidang hitung-menghitung ini. Namun bukan berarti lantas orang tua atau guru bisa mengecap anak dengan label 'bodoh' karena hal tersebut hanya akan memunculkan kebencian dan rasa putus asa terhadap matematika.
"Kecerdasan itu ada matematika, logic, ritmik, dan lain sebagainya. Silakan itu dieksplor. Yang bisa punya semua kecerdasan kan jarang, nah guru meski pada anak kecil perlu memahami multiple intelligence sehingga murid tidak dikatakan bodoh ketika bidang tertentu lemah," pungkas Prof Widodo.
"Kalau enggak suka, coba kaitkan dengan konteks yang sesuai untuk anak. Memberikan konteks itu membuat matematika menjadi sesuatu yang menarik," kata Prof Widodo ketika ditemui di Plaza Senayan, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
"Belajar matematika itu perlu latihan terus menerus. Dia tidak akan mencintai kita kalau kita tidak mulai mencintainya. Semua bidang ada matematikanya, kalau kita pelajari kita bisa semakin kreatif," lanjutnya.
Kadang memang anak bisa kurang memiliki keterampilan di bidang hitung-menghitung ini. Namun bukan berarti lantas orang tua atau guru bisa mengecap anak dengan label 'bodoh' karena hal tersebut hanya akan memunculkan kebencian dan rasa putus asa terhadap matematika.
"Kecerdasan itu ada matematika, logic, ritmik, dan lain sebagainya. Silakan itu dieksplor. Yang bisa punya semua kecerdasan kan jarang, nah guru meski pada anak kecil perlu memahami multiple intelligence sehingga murid tidak dikatakan bodoh ketika bidang tertentu lemah," pungkas Prof Widodo.
0 comments:
Post a Comment
Blog,kesehatan,kuliner,sport,teknologi,pendidikan,Bisnis,cinta,Remaja,komedi, allinformasi.